Jack Ma adalah pendiri dan pemilik
Alibaba.com. Ia orang Asia yang sukses berbisnis internet dengan tetap
mempertahankan domisili bisnis di negaranya sendiri. Untuk sukses, ia tak hanya
harus berjuang keras mengembangkan usahanya, tetapi juga benar-benar harus ikut
membangun pondasi tradisi berinternet di China yang pada saat itu infrastruktur
internetnya masih seadanya. Meski saat ini nama Jack Ma dikenal sebagai
pengusaha muda yang sukses, awal karier lelaki kelahiran Hangzhou, Zhejiang, China, tahun 1964 ini adalah justru seorang guru
bahasa Inggris. Ia belajar bahasa asing itu secara otodidak. Ma memang sudah
tertarik pada bahasa Inggris sejak kecil. Saat usianya 12 tahun ia sudah mulai
belajar bahasa Inggris bukan dari kursus melainkan dari turis - turis. Setiap
hari ia harus mengayuh sepedanya selama 40-an menit ke sebuah distrik yang
banyak turisnya. Disana ia bisa berinteraksi dengan turis. Setelah agak lancar,
ia bekerja sebagai guide.
Tahun 1979, ia bertemu dengan satu
keluarga asal Australia yang memiliki dua orang anak dan tengah berkunjung ke
China. Ia kemudian jadi guide mereka dan tinggal bersama selama tiga hari.
Persahabatan Ma dengan keluarga ini begitu lekat. Sampai-sampai ia mendapat
undangan ke Australia pada tahun 1985. “Pada saat itu dalam pikiran saya China
adalah negeri terkaya dan terindah di dunia,” ujarnya. Namun begitu sampai di
Australia, ia terkaget-kaget dengan apa yang ditemuinya. “Pikiran saya berubah
setelah tinggal 31 hari di Australia,” paparnya.
Ma mulai merajut masa depan. Ia
melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi namun dua kali gagal lulus seleksi.
Akhirnya ia bisa diterima di Hangzhou Teachers University yang ia selesaikan
dalam waktu lima tahun. Selama jadi mahasiswa ia aktif berorganisasi dan
menjadi ketua federasi mahasiswa di kota itu. Selesai kuliah ia bekerja sebagai
dosen bahasa Inggris di almamaternya.
Sebenarnya saat itu ia sudah punya
mimpi. “Jika selesai kuliah saya tak mau mengajar namun mau bekerja di hotel
atau sejenisnya,” kata Ma. Namun pekerjaan sulit ia dapatkan meski sudah
melamar ke sana sini. “Tak satupun yang mau menerima saya,” ujarnya. Meski
begitu akhirnya ia dapat juga pekerjaan ketika ada tawaran menjadi sekretaris General
Manager Kentucky Fried Chicken. Kerja serabutan membawanya kembali ke luar
negeri. Pada tahun 1995 ia menjadi penerjemah delegasi perdagangan China yang
berangkat ke Seattle. “Seorang teman menunjukkan apa itu internet di sana.
Itulah pertama kalinya saya mengenal internet,” ujar Ma. “Kami search kata
‘beer’ di Yahoo namun tak satu pun link yang berhubungan dengan China,” kata
Ma. Ia terdiam. Namun saat itu muncullah gagasannya membuat website sendiri
bernama China Pages agar produk-produk China bisa dicari di internet. Untuk
membangun usahanya itu, ia meminjam uang sebesar 2.000 dolar AS. “Saya tak
punya pengetahuan tentang PC (personal computer) atau e-mail. Saya bahkan baru
pertama kali itu menyentuh keyboard. Itulah kenapa saya menyebut diri saya
sebagai ‘Blind Man Riding On The Back Of A Blind Tiger’,” ujarnya.
Rupanya usaha kecil Ma dilirik China Telecom. Lucunya, selama setahun
sebelumnya China Pages bersaing dengan China Telecom di internet. Persaingan
itu berujung pada keputusan China Telecom untuk bekerja sama. Malah perusahaan
itu bersedia menanamkan investasi sebesar US$ 185.000 di China Pages. “Itu uang
terbesar yang pernah saya lihat dalam hidup saya,” ujar Ma terkaget-kaget.
Hanya saja kolaborasi itu menghasilkan kursi komisaris yang timpang. China
Telecom mendapat lima kursi sedang Ma cuma dua kursi. Akibatnya semua gagasan
Ma selalu mentok karena kalah suara. Gara-gara inilah akhirnya Ma hengkang dari
perkongsian itu. Ma kemudian mendapat tawaran dari pemerintahan Beijing untuk
mempromosikan e-commerce. Namun ia punya mimpi bahwa suatu saat ia harus punya
perusahaan e-commerce sendiri. Tahun 1999 ia mencari-cari nama yang cocok.
“Saya ingin memiliki perusahaan global sehingga saya harus memilih nama yang
global pula,” katanya. Saat di Amerika ia mendengar banyak orang menyebutnya Ali Baba. Dan ketika menyebut nama itu,
mereka menggambarkannya sebagai pengusaha China yang sukses. Tak pikir panjang
ia pun mengambil domain Alibaba.com.
Rencana memiliki usaha sendiri itu
ia kemukakan pada sejumlah rekannya. Ma mengumpulkan 18 orang rekannya di
apartemennya. Ia paparkan proyeknya dalam diskusi selama dua jam. Usai diskusi
masing-masing peserta diminta urunan modal usaha. Lalu terkumpullah USD 60.000
di atas meja. Modal itulah yang digunakan untuk membangun Alibaba.com, portal
e-commerce dari China yang terus berkembang secara menakjubkan. “Kenapa kami
survive, karena kami tak punya uang, kami tak punya teknologi, bahkan kami pun
tak punya rencana. Untuk itu kami gunakan dana dengan sangat hati-hati,”
paparnya. Kehati-hatian itu antara lain dengan menggunakan apartemennya sebagai
kantor. Kantornya mulai pindah ketika Alibaba.com mendapat bayaran dari Goldman
Sach pada tahun 1999 dan dari Softbank Corporation tahun berikutnya. Konsep usaha
Alibaba.com, kata Ma, sebenarnya sederhana. Ia memfokuskan bisnisnya untuk
membantu kalangan UKM berjualan. Ia tak meniru perusahaan-perusahaan internet
China lainnya yang mengopi konsepnya dari perusahaan-perusahaan internet sukses
di AS dan Eropa. “Kami jalan sendiri dengan semangat mengemukakan kualitas,”
ujarnya. Website-nya menawarkan produk-produk UKM yang berkualitas ke seluruh
dunia. Dari sanalah bisnisnya berkembang pesat.
Namun perkembangan yang begitu pesat
sempat juga hampir merontokkan usahanya. Pada tahun 2002 cashflow bisnisnya
hanya cukup untuk operasional 18 bulan akibat terlalu menggebu berekspansi.
Saat itu, Ma menyebutkan, ia memiliki terlalu banyak member Alibaba.com yang
bergabung dengan fee gratis. Ia tak tahu bagaimana mencari uang dari internet.
Dari situlah timbul ide untuk mempertemukan eksportir China agar bisa bertemu
pembelinya dari AS dengan imbalan komisi. Sejak itulah bisnisnya berkembang
pesat. Saat Alibaba.com go public tahun 2007, perusahaan ini meraih dana 1,7
miliar dolar AS (sekitar Rp 15,3 triliun) dari pasar modal. Tahun 2009 lalu
omsetnya mencapai 352 juta dolar AS atau sekitar Rp 3,1 triliun setahun.
Apa rahasia sukses Ma? “When you are
small, you have to be very focused and rely on your brain, not your strength,” katanya.
Jika kita kecil kita harus fokus dan bergantung pada otak, bukan pada kekuatan.
Jika Jack Ma bisa melakukannya dengan ketekunan, keberanian, dan inovasi, kita
pun seharusnya bisa melakukan gebrakan yang sama, terutama pada bidang yang
kita tekuni saat ini.
Label: Kisah Inspiratif
Subscribe to:
Postingan (Atom)